Semua yang Perlu Anda Ketahui Tentang PPN, Fungsi dan Besarannya

Hampir semua barang yang kita gunakan setiap hari adalah Barang Kena Pajak (BKP). Ketika anda membeli barang bermerek, atau barang konsumsi misal, pasti terkena pajak. Lalu, bagaimana cara menghitung PPN?

Sebelum anda mengetahui cara menghitung PPN, ada beberapa hal yang perlu anda ketahui terlebih dahulu.

PPN adalah pajak yang disetor dan dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP wajib memungut, melaporkan, dan menyetor PPN maupun PPnBM terutang sesuai aturan Direktorat Jenderal Pajak. PPnBM merupakan kependekan dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

PPN menurut aturan pemerintah adalah pajak yang dipungut dan dibebankan kepada konsumen akhir. Inilah pajak yang sering anda bayarkan di restoran dan kafe.

Pengertian PPN

Ilustrasi pengertian PPN

PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai yang disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pajak ini nantinya dikenakan kepada konsumen saat terjadi transaksi pembelian.

PPN sendiri ada dua, yaitu PPN masukan dan PPN keluaran. PPN masukan dihitung ketika PKP melakukan pengadaan barang, dan membuat produk. Sedangkan, PPN keluaran dikenakan saat PKP menjual produk tersebut kepada konsumen.

Maka, jangan heran jika anda kerap mendengar PPN dalam hidup sehari-hari. 

Contoh nyata PPN adalah, misal, anda pergi ke sebuah kafe dan melihat ada pajak yang dikenakan atas harga minuman dan makanan yang anda beli. Contoh lain PPN adalah saat anda membeli barang dari luar negeri. 

Pajak Pertambahan Nilai juga biasa disebut sebagai Value Added Tax (VAT) dan Goods and Service Tax (GST).

Baca Juga: Hal Penting Tentang PPh 21 yang Wajib Diketahui

Peraturan Pemerintah Terkait PPN

Dasar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pelaksanaan pemungutan pajak yang berdasarkan sejumlah dasar hukum. 

Peraturan undang-undang yang berlaku tentang PPN ini mengatur model pungutan pajak, subjek, objek, tarif, administrasi, dan cara pemungutan pajak. Berikut di bawah ini uraiannya.

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

Undang-undang nomor 8 tahun 1983 disahkan pada April 1985, dan memuat peraturan terkait daerah pabean yang berlaku di Indonesia, Barang Kena Pajak (BKP), dan penyerahan BKP.

Dalam undang-undang ini, disebutkan pula bahwa BKP adalah barang hasil produksi dan pengolahan yang kena pajak berdasarkan undang-undang ini. Peraturan ini juga menyebutkan bahwa impor adalah semua kegiatan memasukkan barang ke daerah pabean.

Hal ini menjadi dasar kenapa barang impor merupakan Barang Kena Pajak (BKP). 

Undang-undang ini juga menyebutkan ada beberapa hal yang tidak termasuk BKP, antara lain:

  1. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana diatur Undang-undang Hukum Dagang;
  2. BKP sebagai jaminan kegiatan utang-piutang;
  3. Pemindahtanganan sebagian atau seluruh perusahaan.

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994

Undang-undang nomor 11 tahun 1994 ini, lahir sepuluh tahun setelah berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1983 yang mengatur tentang PPN. 

Poin penting dalam undang-undang ini menjelaskan bahwa PPN adalah pajak tidak langsung. Artinya, PPN merupakan pajak yang dihitung dan disetor oleh penjual, namun dibebankan kepada pembeli. Dasar hukum dalam peraturan ini juga menjelaskan bahwa PPN termasuk Multi Stage Tax.

Multi Stage Tax adalah pajak yang dikenakan menyeluruh pada rantai distribusi dan produksi. 

Sehingga, setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) mulai dari rantai produksi, distributor, rantai besar, sampai pengecer dikenakan PPN ini.

3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

UU nomor 42 tahun 2009 ini merupakan pembaruan ketiga atas peraturan pemerintah terkait PPN. Sekaligus, menjadi dasar hukum terbaru yang mengatur PPN.

Undang-undang ini menjelaskan mengenai beberapa perubahan dari aturan sebelumnya. Seperti status PKP sebagai pihak yang wajib melapor dan menyetorkan PPN dan PPnBM terutang. Hingga, kewajiban-kewajiban pengusaha yang sudah resmi menjadi PKP. 

Undang-undang ini menambahkan aturan bahwa PPN juga dikenakan pada ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud oleh PKP, dan ekspor JKP oleh PKP.

Undang-undang terbaru ini juga menambahkan dua pengertian terbaru tentang barang yang bukan termasuk Barang Kena Pajak, yaitu:

  1. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan 
  2. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

Objek yang Dikenakan PPN

Ilustrasi objek yang dikenakan PPN

Undang-undang nomor 42 tahun 2009 juga mengatur barang-barang yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Perlu diingat, ada juga barang-barang yang tidak termasuk objek PPN. 

Seperti barang hasil tambang, hasil pengeboran, dan kebutuhan pokok merupakan barang-barang yang tidak termasuk sebagai Barang Kena Pajak. UU nomor 42 tahun 2009, pasal 4 ayat 1, secara rinci menjelaskan PPN dikenakan atas:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
  2. impor Barang Kena Pajak;
  3. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
  4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
  5. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
  6. ekspor ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan 
  7. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Tidak semua pengusaha yang menjual produknya, merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP harus sesuai dengan yang diatur dalam PMK No.197/PMK.03/2013.

Peraturan tersebut menjelaskan jika Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi dan badan organisasi atau organisasi dengan penjualan barang dan jasa yang lebih dari 4,8 miliar rupiah.  Jika perusahaan menghasilkan di bawah itu, maka pengusaha tidak dikenakan PPN.

Batas pelaporan PPN bagi PKP adalah akhir bulan setelah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Objek yang Tidak Dikenakan PPN

Seperti yang disebut di atas, ada juga barang dan jasa yang tidak dikenai PPN. Sesuai dengan aturan UU nomor 42 tahun 2009 pasal 4a ayat 2, barang dan jasa yang tidak dikenai PPN ialah:

  1. Barang-barang hasil tambang dan pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
  2. barang kebutuhan pokok; 
  3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
  4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Untuk lebih memahami dasar cara menghitung PPN, anda harus mengerti terlebih dahulu besar tarif PPN yang dikenakan oleh pemerintah.

Tarif pajak yang digunakan sebagai cara menghitung PPN diatur dalam UU nomor 42 tahun 2009. Dalam pasal 7 undang-undang ini menyebutkan besaran tarif PPN ialah:

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah sebesar 10%.

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% diterapkan untuk BKP Tidak Berwujud, BKP Berwujud, dan ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).

3. Tarif pajak dalam ayat 1 dapat diubah dengan nilai paling rendah 5% dan paling tinggi 15% sesuai dengan peraturan pemerintah.

Cara Menghitung PPN

ilustrasi cara menghitung pajak

Berikut ini penjelasan cara menghitung PPN. Menghitung tarif yang dikenakan sebagai PPN harus sesuai dengan peraturan pemerintah terkait.

Berikut ini contoh bagaimana cara menghitung PPN yang dikenakan terhadap penjualan barang atau jasa.

Contoh Penghitungan PPN berdasarkan Harga Jual

PT Maju Bersama Bangsa menjual barang berupa laptop seharga Rp. 15.000.000. Perusahaan ini adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Maka, untuk satu kali penjualan laptop dari perusahaan ini, berapa tarif PPN terutang yang harus disetorkan?

PPN = Dasar Pengenaan Pajak (DPP) x Tarif PPN

PPN = 15.000.000 x 10%

PPN = Rp. 1.500.000

Sehingga, PPN yang harus dipungut dan disetorkan oleh PT Maju Bersama Bangsa atas penjualan barang ini sebesar Rp. 1.500.000. PPN nantinya dipungut kepada konsumen yang melakukan pembelian.

Contoh Penghitungan PPN Barang Impor

Pak Marif berniat mengimpor barang senilai Rp. 5.000.000 dari luar daerah pabean. Berapa PPN barang tersebut yang harus disetorkan?

PPN Barang Impor = Dasar Pengenaan Pajak (DPP) x Tarif PPN

PPN Barang Impor = 5.000.000 x 10%

PPN Barang Impor = Rp. 500.000

 Maka, besaran PPN yang dikenakan atas barang impor tersebut sebesar Rp. 500.000.

Contoh Penghitungan PPN Barang Ekspor

PT Karya Bangsa mengadakan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak dengan nilai mencapai Rp. 30.000.000. Maka, berapa besaran tarif PPN yang dikenakan pada ekspor BKP ini?

PPN Barang Ekspor = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif PPN Ekspor

PPN Barang Ekspor = 30.000.000 x 0%

PPN Barang Ekspor = Rp. 0

Besaran PPN atas barang ekspor ini senilai Rp. 0, hal ini dikarenakan untuk Barang Kena Pajak tarif PPN yang dikenakan sesuai aturan adalah 0%.

Semoga contoh di atas membantu anda memahami cara menghitung PPN, pengertian, dan aturan dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Menjadi warga negara yang bijak dan taat pajak sudah menjadi kewajiban kita semua. 

Mari, pahami peraturan pajak yang berlaku di sekitar kita.

Mohamad Krisna

Categories:

Karyawan

Share on:

To the top

Related Posts

Recent Posts