Tingginya angka karyawan keluar masuk bukan hanya membuat tim HR kewalahan, tapi juga berdampak langsung pada stabilitas operasional dan biaya perusahaan. Inilah yang dikenal sebagai turnover karyawan, suatu kondisi ketika tingkat pergantian tenaga kerja dalam perusahaan menjadi perhatian serius.
Turnover bisa terjadi secara alami maupun disebabkan oleh faktor internal seperti budaya kerja, kepemimpinan, hingga beban kerja yang tidak seimbang. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara menyeluruh apa itu turnover karyawan, apa saja penyebab utamanya, dan strategi efektif yang bisa diterapkan perusahaan untuk menurunkannya, sekaligus menjaga karyawan terbaik tetap bertahan dan berkembang.
Apa itu Turnover Karyawan?

Secara sederhana, turnover karyawan menggambarkan tingkat keluar-masuknya tenaga kerja dalam suatu periode tertentu. SHRM menuliskan bahwa turnover sebagai perbandingan antara jumlah dan rata-rata jumlah karyawan, kemudian dikalikan 100, metrik ini dipakai HR di seluruh dunia untuk mengetahui stabilitas SDM dan biaya penggantian tim.
Jurnal Internasional Social & Science menambahkan dimensi yang lebih luas: turnover karyawan adalah “jumlah karyawan yang masuk dan keluar organisasi dalam rentang waktu tertentu, baik secara sukarela maupun tidak,” sehingga memengaruhi produktivitas, budaya, dan moral tim secara keseluruhan.
Pentingnya memahami konsep ini tampak jelas di data regional terakhir, menurut Aon 2024 Salary Increase and Turnover Study, melibatkan 950 perusahaan di enam negara Asia Tenggara, ditemukan bahwa Indonesia menjadi posisi tertinggi dengan tingkat attrition 20,8 % sepanjang 2024. Artinya, hampir satu dari lima karyawan meninggalkan perusahaan dalam kurun satu tahun, menandakan tantangan besar bagi stabilitas operasional, biaya rekrutmen, serta kemampuan organisasi mempertahankan talentanya.
Baca juga: Contoh KPI Karyawan Terbaru yang Bisa Anda Tiru di 2025
Penyebab Turnover Karyawan Tinggi
Setelah mengetahui definisi turnover dan kenapa penting untuk memahaminya, sekarang kita bahas lebih jauh, apa saja ya penyebab tingginya tingkat turnover karyawan:

Peluang karir yang mandek
Banyak karyawan keluar bukan karena mereka tidak suka pekerjaannya, tapi karena mereka merasa tidak akan berkembang di sana.
HRO Today dalam laporannya tahun 2025 mencatat bahwa 51% pekerja merasa tak lagi berkembang di posisi mereka. Perasaan terjebak ini tidak hanya menurunkan semangat kerja, tapi juga berdampak serius pada kesehatan mental, seperti meningkatnya stres dan kecemasan.
Ketika perusahaan tidak menyediakan jalur pengembangan, pelatihan, atau jenjang karir yang transparan, karyawan cenderung mencari tempat yang memberi mereka prospek masa depan yang lebih menjanjikan.
Budaya kerja dan keterlibatan yang rendah
Kultur kerja yang tidak suportif, penuh pressure, atau kurang apresiasi membuat karyawan kehilangan semangat dan sense of belonging. Data dari Gallup 2024 menjelaskan 37% karyawan resign karena engagement dan budaya kerja yang buruk, menjadikannya penyebab nomor satu di banyak industri. Tanpa kepemimpinan yang positif dan lingkungan yang menghargai kontribusi, loyalitas pun mudah goyah.
Work-life balance buruk & kesejahteraan terganggu
Tekanan kerja berlebihan, ekspektasi untuk selalu “standby”, dan minimnya dukungan atas kesehatan mental dapat memicu burnout dalam jangka pendek. Tanpa fleksibilitas kerja dan perhatian pada keseimbangan hidup, karyawan akan cepat mencari lingkungan kerja yang lebih sehat dan manusiawi.
Kompensasi tidak kompetitif
Gaji dan tunjangan bukan satu-satunya alasan, tetapi tetap menjadi penentu utama dalam keputusan berpindah kerja. Jika upah tidak setara dengan beban kerja, kemampuan, atau rata-rata industri, maka retensi akan sulit dijaga, terutama dalam pasar tenaga kerja yang kompetitif.
Ketidakselarasan nilai dengan perusahaan
Pekerja masa kini, khususnya gen z dan milenial, semakin aware dan memperhatikan kesesuaian value dan pandangan pribadi dengan value yang dijalankan perusahaan. Ketika karyawan merasa perusahaan tidak memperjuangkan hal-hal penting seperti keberlanjutan, keberagaman, atau etika kerja, mereka cenderung kehilangan rasa koneksi dan keinginan untuk bertahan lama. Nilai yang tidak sejalan menjadi “red flag” yang sulit diabaikan.
Rekrutmen & penempatan yang tidak tepat
Proses rekrutmen yang hanya mengejar kecepatan tanpa memperhatikan kecocokan budaya atau kompetensi bisa berujung pada turnover dini. Karyawan yang merasa “salah tempat” biasanya mengalami kesulitan adaptasi, merasa tidak cocok, dan akhirnya memilih keluar dalam waktu singkat. Tanpa onboarding yang jelas dan penilaian yang matang, risiko ini akan terus berulang.
Baca juga: Cara Tingkatkan Potensi Karyawan dengan Upaya Human Sustainability
Cara Mengatasi Turnover Karyawan yang Tinggi

Mengelola turnover tidak bisa hanya dilakukan dengan menaikkan gaji atau memberikan bonus. Diperlukan pendekatan yang menyeluruh, mulai dari budaya, komunikasi, hingga pengembangan karier. Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk mengurangi tingkat turnover secara efektif:
Bangun jenjang karir yang jelas dan terukur
Karyawan ingin tahu ke mana mereka akan dibawa oleh perusahaan. Dengan menyediakan roadmap karir yang transparan, program mentoring, serta pelatihan berkelanjutan, karyawan merasa punya arah dan peluang untuk berkembang. Ini membantu meningkatkan loyalitas karena mereka tahu usahanya dihargai dan ada masa depan yang ditawarkan.
Tingkatkan keterlibatan dan apresiasi
Karyawan yang merasa diapresiasi dengan layak akan cenderung bertahan di perusahaan lebih loyal. Bentuk keterlibatan ini bisa berupa evaluasi rutin, feedback dua arah, pengakuan atas pencapaian, atau sekadar komunikasi terbuka dengan atasan. Perusahaan juga bisa menggunakan survei kepuasan kerja untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
Perhatikan keseimbangan kerja dan kehidupan (work-life balance)
Beban kerja yang realistis, jam kerja yang fleksibel, serta dukungan atas kesehatan mental dan fisik adalah faktor kunci yang sangat diperhitungkan karyawan saat ini. Dengan kebijakan yang ramah terhadap keseimbangan hidup, seperti kerja hybrid atau cuti tambahan untuk pemulihan, perusahaan menunjukkan bahwa mereka peduli lebih dari sekadar produktivitas.
Evaluasi dan sesuaikan sistem kompensasi secara berkala
Pastikan gaji dan tunjangan kompetitif dengan pasar, terutama di sektor-sektor yang sedang tumbuh pesat. Tidak selalu harus dalam bentuk uang, benefit seperti asuransi tambahan, subsidi transportasi, atau program kesejahteraan karyawan juga sangat dihargai.
Perkuat budaya dan nilai perusahaan yang relevan
Ciptakan lingkungan kerja yang inklusif, adil, dan terbuka terhadap perbedaan. Budaya yang positif bukan hanya membuat karyawan betah, tetapi juga mendorong mereka menjadi brand ambassador perusahaan. Konsistensi antara nilai yang dikampanyekan dan yang dijalankan sangat menentukan kepercayaan karyawan.
Perbaiki proses rekrutmen dan onboarding
Pastikan karyawan yang direkrut benar-benar cocok, tidak hanya dari sisi kemampuan, tetapi juga dari sisi budaya. Proses onboarding yang baik, yang menjelaskan peran, ekspektasi, dan kultur perusahaan membantu karyawan merasa diterima dan lebih siap beradaptasi.
Dengan pendekatan menyeluruh ini, perusahaan tidak hanya mengurangi turnover, tapi juga membangun tim yang lebih solid, loyal, dan produktif dalam jangka panjang.
Kesimpulan
Turnover karyawan yang tinggi bukan sekadar angka dalam laporan HR, tetapi indikator penting bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam sistem kerja, kepemimpinan, atau budaya perusahaan. Jika tidak ditangani, hal ini bisa memicu kerugian besar, mulai dari biaya rekrutmen, hilangnya produktivitas, hingga turunnya moral tim yang tersisa. Untuk itu, perusahaan perlu lebih dari sekadar solusi sementara. Dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh, mulai dari menciptakan jalur karier yang jelas, membangun budaya kerja yang positif, hingga memberikan ruang bagi keseimbangan hidup karyawan.
Dengan memahami penyebab turnover dan mengambil tindakan strategis, perusahaan tidak hanya mengurangi tingkat pergantian karyawan, tetapi juga menciptakan tim yang loyal, terlibat, dan tumbuh bersama.
Salah satu langkah terbaik untuk mendukung transformasi ini adalah dengan menggunakan SAP SuccessFactors dari Weefer, platform manajemen SDM berbasis cloud yang dirancang untuk meningkatkan employee engagement, mempermudah pelatihan dan pengembangan, serta membantu manajer membuat keputusan berbasis data.
Pelajari lebih lanjut tentang bagaimana SAP SuccessFactors dapat membantu mengelola talenta secara strategis dan menjaga karyawan terbaik Anda tetap bertahan.
Kurangi Turnover Karyawan dengan Analitik SDM dari SAP SuccessFactors
SAP SuccessFactors Workforce Analytics membantu Anda mengidentifikasi tren turnover, mengevaluasi faktor risiko, dan merancang strategi retensi berbasis data.