Perbedaan PKWT dan PKWTT merupakan hal mendasar yang perlu Anda pahami sebagai profesional HR, terutama dalam mengelola hubungan kerja secara adil dan sesuai regulasi. Keduanya memiliki konsekuensi hukum, administratif, dan dampak yang berbeda, mulai dari lama kerja, hak karyawan, hingga kewajiban perusahaan.
Supaya tidak keliru dalam menentukan jenis kontrak kerja yang sesuai, mari bahas secara menyeluruh perbedaan PKWT dan PKWTT dalam artikel ini, lengkap dengan penjelasan yang mudah dipahami dan relevan untuk praktek HR.
Apa itu PKWT?

PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) adalah ikatan kerja antara perusahaan dan karyawan yang memiliki batasan durasi waktu atau hanya untuk suatu proyek tertentu.
Sebagai salah satu bentuk perjanjian kerja yang sah di Indonesia, kontrak kerja ini telah diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 20023 tentang ketenagakerjaan.
Lalu juga diperkuat oleh UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020), dan dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021.
Adanya PP tersebut juga telah menyatakan bahwa PKWT itu berdasarkan pada jangka waktu tertentu dan selesainya suatu proyek tertentu. biasanya memiliki durasi antara 3 hingga 5 tahun, tidak boleh lebih. Lalu, bagaimana dengan PKWTT? Kita bahas di section berikutnya!
Apa itu PKWTT?
Sementara itu, PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) adalah ikatan kerja permanen antara perusahaan dan karyawan, tanpa batasan durasi.. Dalam praktiknya sering disebut sebagai status karyawan tetap.
Hubungan kerja akan terus berlangsung hingga terjadi PHK, pengunduran diri, pensiun, atau hal serupa selain terjadi secara otomatis di akhir kontrak seperti PKWT. Definisi PKWTT secara resmi diatur dalam Pasal 1 angka 11 PP No. 35 Tahun 2021, sebagai turunan dari UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 11 Tahun 2020 (Cipta Kerja).
Baca Juga: 20 Aplikasi HR Terbaik untuk Perusahaan Indonesia di 2025

Perbedaan PKWT dan PKWTT yang Wajib Diketahui HR
Sebagai HR, tentu saja Anda akan sering berurusan dengan dua jenis kontrak kerja ini. Beberapa perusahaan menerapkan 2 jenis kontrak ini. Apa saja perbedaannya?
Durasi hubungan kerja
PKWT bersifat kontrak dengan jangka waktu tertentu (maksimal 5 tahun, termasuk perpanjangan) atau hingga pekerjaan selesai sesuai Pasal 1 angka 10 PP 35/2021 dan Pasal 59 ayat (1) UU Cipta Kerja.
Sementara PKWTT, menurut PP No. 35 Tahun 2021 Pasal 1 angka 11, perjanjian ini tidak memiliki batas waktu. Hubungan kerja bersifat permanen hingga pemutusan secara hukum, resign, pensiun, PHK, dll.
Status kepegawaian
Terkait status kepegawaiannya, PKWT dianggap sebagai pekerja kontrak atau lepas, bukan pegawai tetap.
Sementara PKWTT, statusnya sudah sebagai karyawan tetap (permanent employee) dengan hak yang lebih banyak lagi.
Masa percobaan
Karyawan PKWT tidak diperkenankan untuk ikut dalam masa percobaan atau probation. Jika perjanjian dibuat seperti itu, secara hukum bisa batal dan tetap dihitung sebagai masa kerja PKWTT. Ini semua sudah diatur dalam Pasal 12 PP 35/2021 dan Pasal 58 UU Cipta Kerja).
Masa percobaan untuk karyawan PKWTT, maksimal hanya diperbolehkan selama 3 bulan. Perusahaan juga wajib membayar sesuai upah minimum, seperti tercantum di Pasal 60 ayat (1) UU 13/2003 & tambahan ketentuan dalam UU Cipta Kerja).
Bentuk perjanjian kerja
Perjanjian kerja bagi karyawan PKWT wajib dibuat secara tertulis di atas kertas dan dalam bahasa Indonesia serta huruf latin. Jika tidak begitu maka dianggap menjadi PKWTT secara hukum (Pasal 57 UU Cipta Kerja & Pasal 81 UU Cipta Kerja).
Untuk PKWTT bisa dibuat secara tertulis atau hanya lisan. Namun, jika secara lisan, wajib melampirkan surat pengangkatan kerja yang memuat detail syarat kerja (Pasal 63 ayat 1 UU 13/2003 & Pasal 51 UU Cipta Kerja).
Skema pemutusan hubungan kerja
PKWT akan otomatis berakhir saat kontrak habis ataupun proyeknya selesai, kemudian tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan karyawan pesangon ketika hubungan kerja berakhir.
Lain halnya dengan PKWTT yang kontraknya bisa diakhiri dengan prosedur yang resmi. Karyawan juga berhak atas pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak sesuai UU 13/2003 (Pasal 156 dan seterusnya).
Hak atas kompensasi
Karyawan PKWT berhak atas uang kompensasi (bukan pesangon), sesuai PP 35/2021 dengan skema:
- ≥ 3 tahun → 1 bulan upah
- 1–3 tahun → 2/3 bulan upah
- < 1 tahun → ½ bulan upah
Sedangkan karyawan PKWTT berhak mendapat pesangon, uang penghargaan masa kerja, penggantian hak seperti cuti tak terpakai, sampai segala tunjangan lainnya

Apakah Karyawan PKWTT Dapat Dipecat?
Karyawan dengan status PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) bisa dipecat atau diputus hubungan kerjanya, namun tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja dan dijabarkan dalam PP No. 35 Tahun 2021, PHK terhadap karyawan PKWTT hanya sah jika memenuhi alasan tertentu.
Misalnya seperti efisiensi, pelanggaran berat, perusahaan tutup, atau mangkir berturut-turut selama 5 hari kerja tanpa keterangan. Prosesnya juga harus melalui perundingan bipartit, mediasi ke Disnaker jika gagal sepakat, dan dapat berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika masih terjadi sengketa. Jika PHK dilakukan tidak sesuai prosedur, maka dapat dinyatakan batal demi hukum dan berpotensi menimbulkan tuntutan dari pekerja.
Baca Juga: 6 Tips Jitu Memaksimalkan Sistem HRM untuk Efisiensi Bisnis
PKWT Apakah Boleh Resign?
Resign bagi karyawan dengan status PKWT boleh dilakukan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, atau jika dalam perjanjian kerja tertulis memang tercantum klausul pengunduran diri.
Jika tidak ada klausul tersebut dan karyawan tiba-tiba mengundurkan diri sebelum masa kontrak berakhir. Maka perusahaan berhak menuntut ganti rugi atas pemutusan hubungan kerja sepihak, sebab PKWT bersifat mengikat selama durasi kontrak berlaku.
Hal ini sejalan dengan Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003, yang menyebut bahwa jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum masa PKWT berakhir tanpa alasan yang sah, maka pihak tersebut wajib membayar ganti rugi sebesar upah pekerja sampai jangka waktu perjanjian berakhir. Jadi, meskipun boleh resign, karyawan PKWT harus memahami resikonya secara hukum dan finansial.
Kesimpulan
Memahami perbedaan PKWT dan PKWTT bukan hanya penting bagi tim HR, tetapi juga menjadi fondasi utama dalam membangun hubungan kerja yang sehat, adil, dan sesuai regulasi.
Dengan mengetahui secara mendetail, Anda bisa menyusun strategi manajemen SDM yang lebih akurat dan minim resiko hukum. Ketepatan memilih jenis kontrak kerja akan berdampak langsung pada efisiensi operasional, kepuasan karyawan, dan keberlanjutan bisnis Anda.
Jika Anda mencari solusi untuk mempermudah pengelolaan kontrak kerja, administrasi SDM, hingga pelaporan ketenagakerjaan yang patuh regulasi, HRIS Haermes dari Weefer adalah rekomendasi terbaik.
Dengan fitur lengkap seperti manajemen karyawan, otomatisasi proses HR, hingga pelacakan status PKWT dan PKWTT secara real-time, Haermes membantu perusahaan Anda menjadi lebih agile, efisien, dan siap menghadapi tantangan tenaga kerja modern.
Butuh Solusi Pengelolaan PKWT dan PKWTT yang Lebih Efisien? Coba Haermes HRIS!
Haermes HRIS mempermudah pengelolaan kontrak PKWT dan PKWTT, memungkinkan HR untuk mengatur dan memantau karyawan dengan lebih efisien.